Article ; Menata Kembali Taman Iman Kita

MENATA KEMBALI TAMAN IMAN KITA
Oleh : Abdurrahman El-Hafid

Kini saatnya kita menata kembali taman iman kita, meluruskan komitmen ke-Islam-an kita, merapatkan barisan yang rapuh, mengambil butiran-butiran iman yg berserakan. Ia, iman yang telah ditanam sejak kelahiran kita. Diuji dan teruji, bernilai dan ternilai. Perjalanan keimanan yang membutuhkan banyak pengorbanan dan perjuangan. Ia, iman telah mantap ada dalam bahasanya. Dan apakaha saat ini ia semantap apa yang ada dalam bahasanya? Apakah ia masih kokoh terhujam dalam diri kita? Apakah ia masih berada pada titik keyakinan yang utuh terhadap Rabb-Nya?

Kalaulah kita masih bisa merasakan langit berdzikir, bumi berdzikir, dan seluruh alam beserta isinya berdzikir, kemudian mata kita berdzikir dengan genangan air mata karena mengingat kebesaran Allah, berarti taman keimanan dalam diri kita masih tertata rapih. Tapi sebaliknya, kalaulah hati ini sudah tidak lagi peka terhadap ayat-ayat Allah, dzikir tidak lagi bernilai bahkan tidak ada dzikir, tidak ada lagi kenikmatan dalam beribadah, semua buahnya menjadi terasa masam dan busuk, berarti ada yang salah dalam taman keimanan kita.

Mari kita buka kembali sejarah keimanan kita, sejarah mempertahankan keimanan. Berapa banyak sudah kita menggadaikan keimanan kita untuk kepentingan dunia, untuk kekayaan, untuk kedudukan, untuk nafsu kepada wanita, bahkan hanya untuk urusan perut. Orang lebih bangga berdiam di mobil dan rumah yang mewah, ketimbang harus pergi ke Masjid. Orang lebih senang dan nyaman untuk rapat dan meninggalkan waktu shalat. Orang lebih senang dalam pelukan wanita ketimbang mengambil air wudhu. Orang juga berani mencuri untuk makan sehari-hari. Si koruptor tak lagi malu dengan korupsinya, Si kaya tak lagi peduli dengan Si miskin, Si penjudi tak lagi malu bermaksiat secara terang-terangan, Si miskin tak lagi malu menggadaikan kemiskinannya. Inilah potret nyata dari taman iman kita.

Tidakkah kita rindu dengan keimanan yang dimiliki sahabat Bilal bin Rabbah? Siti Masithoh, tukang sisirnya Fir’aun?. Keimanan yang begitu mendalam yang dimiliki oleh mereka. Betapa Seorang Bilal bin Rabbah begitu bahagianya mengucapakan “Ahad..Ahad...Ahad..!.” walaupun dirinya sedang tersiksa. Siti Masithoh yang dengan rela digoreng di atas tungku yang menyala-nyala demi nama kebenaran untuk mengesakan Allah...

Marilah kita menata kembali taman iman kita. Agar tumbuh bunga yang selalu dihinggapi oleh kumbang. Dirindukan oleh setiap orang. Dikunjungi oleh banyak pendatang. Takjub karena keindahannya. Rapih dengan tataannya. Sejuk dipandang, indah dilihat. Itulah taman keimanan kita yanag baru.


Rawa Bokor Tangerang Banten,
Oct 19, 2008 / 12:38

0 komentar:

 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates