Aktivis Mahasiswa; Antara Prestasi dan Eksistensi


Oleh: Abdurrahman El-Hafid1

Aktivis, kata yang penuh makna kuat yang disandarkan kepada siapa saja yang memiliki aktivitas di dalam sebuah komunitas, baik di dalam organisasi atau lembaga yang dengan keberadaannya untuk memperjuangkan roda organisasi tersebut. Mereka bekerja tanpa berharap imbalan apapun, kalaupun ada imbalan maka sifatnya terbatas dan tidak tetap, karena begitulah aktivis, bukan seorang pegawai. Definisi kata tersebut boleh jadi berbeda dengan kenyataan, karena memang begitulah dalam memaknai sesuatu, setiap kita memiliki sudut pandang yang berbeda. Namun dari sinilah penulis ingin mengawali satu topik yang memang cukup klasik, namun unik untuk dibicarakan.

Aktivis Mahasiswa, rangkaian kata yang mungkin pas untuk kawan-kawan yang menjadi mahasiswa plus. Dikatakan plus, karena selain sebagai mahasiswa mereka juga plus menjadi pemimpin atau anggota dalam organisasi kemahasiswaan, baik di internal maupun eksternal. Kepemimpinan serta pergerakan di kemahasiswaan menjadi satu format gerakan ekstra parlementer yang terus konsisten dan massif mengadakan perlawanan bagi kebijakan pemerintah yang ke luar dari jalur yang telah ditentukan.

Sebagai Agent of Change, Social control serta Iron Stock, maka aktivis mahasiswa tidak henti-hentinya terus bergerak dan melakukan control murni tanpa tendensi apa pun untuk setiap kepentingan rakyat. Selama ketidakadilan masih berada di bumi yang konon menjadi potret demokrasi di dunia, maka selama itulah mahasiswa akan menjadi partner control yang setia mengawal pada setiap kebijakan.


Menghadirkan kembali semangat yang pernah membara

Catatan panjang sejarah gerakan mahasiswa yang telah menorehkan banyak tinta perjuangan. Kita juga mungkin masih bisa mengingat kembali bagaimana gerakan yang luar biasa oleh kawan-kawan mahasiswa `98 untuk menggulingkan pemerintahan orde baru. Keringat, darah dan air mata, bahkan nyawa menjadi taruhan mereka untuk melahirkan satu era yang disebut dengan “era reformasi”. Kalaupun perjuangan itu harus dibayar mahal dengan terselipnya masa transisi yang cukup panjang dan menguras otak untuk mengembalikan bangsa ini pada jati dirinya.

Dari pra penggulingan orde baru sampai pasca orde baru, kemudian masa transisi dan era reformasi menjadi satu format rapih yang telah disusun oleh para pencetus masa yang kita nikmati saat ini. Mereka bukan orang sembarangan, deretan nama dibalik serentetan peristiwa-peristiwa bersejarah tersebut adalah tokoh muda mahasiswa yang memiliki tingkat intelektualitas yang tidak bisa diragukan lagi. Sebut saja Amien Rais, tokoh yang menjadi motor penggerak saat itu bersama kawan-kawan muda yang lain. Ia bukan orang sembarangan, ia dikenal orang yang sangat kritis dan memiliki tingkat kecerdasan yang luar biasa, terbukti dengan pengalaman pendidikannya yang mampu menembus pasar beasiswa di eropa, timur tengah dan Amerika. Sangat wajar kalau bangsa ini mampu melewati masa-masa transisi yang sulit, karena tokoh-tokoh muda aktivis mahasiswa berani bertanggung jawab untuk menentukan nasib bangsa ke depan melalui kapabilitas yang mereka miliki. Mereka mempertaruhkan eksistensi mereka melalui intelektualitas.

Tidak sampai pada nama Amien Rais saja, sederetan nama pun kembali hadir dalam dunia perpolitikan dan kepemimpinan nasional. Mantan-mantan aktivis mahasiswa ini seolah hadir dalam waktu yang tepat untuk memberikan solusi terhadap permasalahan bangsa. Anas Urbaningrum, mantan ketua PB HMI, Andi Rahmat dan Fahri Hamzah mantan ketua Umum KAMMI Pusat serta kawan-kawan mantan aktivis mahasiswa di PMII, GMNI, IMM, BEM Nasional, BEM SI, BEM Nusantara dan masih banyak lagi. Mereka adalah aset yang sangat luar biasa, yang dapat menunjukan arah eksistensi gerakan mahasiswa tanpa melupakan unsur intelektualitas.

Inilah bahan renungan kita (red: Aktivis Mahasiswa) yang telah diberikan satu anugerah status sebagai seorang aktivis kemahasiswaan. Para pendahulu kita telah membuktikan bahwa setiap langkah gerakan mereka selalu melalui pisau analisa yang tajam, tidak hanya sekedar ingin bergerak, namun gerakan yang memiliki dasar yang kuta yang lahir bukan hanya sekedar lintasan pikiran tapi proses kajian yang matang. Begitulah Anis Matta dalam bukunya Menikmati Demokrasi.

Bahtera yang besar ini membutuhkan nahkoda-nahkoda yang cerdas dan briliant untuk menerjang samudera yang terhampar luas. Maka, tidak ada lagi calon-calon nahkoda dalam bahtera ini yang bermalas-malasan dalam belajar, berprestasi dan bekerja keras, sebab mereka tidak akan jadi seorang nahkoda yang baik, karena mereka tidak mengetahui arah mata angin, dan arah mata angin tersebut adalah kesucian hati.”







1 Presiden Mahasiswa BEM KBM IAIN “SMH” Banten Periode 2009-2010
Alumni English Program for International, University of South Carolina, U.S.A

0 komentar:

 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates