Oleh : Abdurrahman El-Hafid
Kemenangan, sebuah gunung emas dari setiap harapan dan damba, dari setiap kompetisi dan kejuaraan, dari setiap usaha dan kerja, dari setiap ikhtiar dan tawakkal, dari setiap do`a dan pengharapan. Inilah kata yang membangkitkan lelahnya sang petarung, menghidupkan semangat yang telah mati, membidik kembali sasaran yang telah kabur, membeli barang yang tak ternilai sebelumnya, membumikan langit yang teramat tinggi. Kata yang selalu didamba, kata yang tak pernah lelah untyk disebutkan oleh para pejuang. Ia selalu ada dalam setiap langkah setelah berjuang, bertanding dan berusaha.
Itulah sudut pandang manusia yang terbatas pada kemenangan dunia saja, karena banyak juga mereka yang tidak faham dengan hakikat dari kemenangn tersebut. Mereka mendahulukan doa mereka dengan “Ya Rabb, kalupun kami menang, kami ucapkan Alhamdulillah, dan kalahpun Alhamdulillah”, padahal mereka belum mulai untuk bekerja untuk mendapatkan hasil, tapi mereka telah mendahulukan doa tersebut. Padahal itu adalah doa dari akhir kerja yang panjang, diberikan bagi mereka yang telah selesai menunaikan tugasnya lalu berkata : “Ya Rabb, kalaupun kami menang, kami ucapkan Alhamdulillah, dan kalahpun Alhamdulillah”.
Beginilah sesungguhnya kita diajarkan untuk bagaimana meluruskan niat dan menyeimbangkannya dalam etos kerja kita dalam berjuang. Berikut adalah Muqowamah An-nashr atau upaya dalam mendukung kemenangan dalam dakwah maupun kerja-kerja lain.
Keikhlasan
Inilah satu pondasi dasar mengawali kemenangan dalam bingkai Islam. Mereka yang paling ikhlas adalah mereka yang paling dekat dengan kemenangan. Mereka mengawali kerjanya karena Allah, bukan karena jabatan atau kedudukan, jadi kalupun mereka tidak mendapatkan jabatan atau kedudukan tersebut, mereka akan lebih besar menerimanya dengan ikhlas, kerena memang mengawali dengan keikhlasan. Ikhlas, ia teramat mudah untuk disebut, tapi berat untuk dilaksanakan. Ia berkata “saya ikhlas..” tapi dia ucapkan kepada orang lain agar orang lain mengetahui bentuk keikhlasan dia. Padahal. Itu adalah bentuk bahwa ia belum ikhlas. Bukankah Imam Al-Ghazali telah memberikan satu definisi tentang sebuah keikhlasan, bahwa keikhlasan itu adalah seperti orang yang sedang buang air besar, ia ikhlas membuang kotoran ia tanpa berharap kembali. Yah, begitulah ikhlas kalu dianalogikan.
Konsep awal dari sebuah kemenangan adalah Ikhlas, karena banyak yang kalah kemudian tidak menerima kekalahannya. Mereka mengambil sikap yang frontal demi mengekspresikan kekalahannya, padahal yang menang dan yang kalah hanya dibedakan dengan usahanya saja. Biqodri ma tata`anna, tanalu ma tatamanna, segala hasil yang kita terima dan dapatkan adalah tergantung pada usaha yang kita lakukan.
Kepercayaan
Kepercayaan atau trust adalah modal selanjutnya setelah keikhlasan. Ia lahir dari sebuah proses yang cukup panjang dan tidak instant. Proses yang dialami dari aktivitas sentuhan pada setiap aktivitas keseharian, ia lahir dari kebersamaan, dari sejauh mana persaudaraan dibangun, dari transaksi jual-beli, dari sejauhmana janji yang ditepati dan dari banyaknya bukti apakah layak atau tidak kepercayaan itu diberikan.
Inilah kemenangan kita, Anda dan saya. Kemenangan yang telah direncanakan kehadirannya. Ia sangat berpengaruh dalam setiap langkah kemenangan. Memberikan kepercayaan kepada orang yang telah kita usung sebagai pemimpin, kepada mereka yang telah kita daulat menjadi qiyadah (red;pemimpin) bagi kita, mereka yang telah kita percaya sebagai sahabat kita. Maka, kita tidak punya alasan untuk tidak menghormati hasil yang telah disepakati.
Kepercayaan kita adalah sejauh mana kita memberikan secara keseluruhan nilai-nilai tersebut.
Lapang dada
Menerima segala sesuatu dengan ikhlas dan tidak ada perasaan yang mengotori diri sendiri. Sikap yang memang terkadang berat untuk dilakukan. Lapang dada juga bisa disebut legowo atau sikap yang lahir dari ketinggian budi dalam diri seseorang.
Segala sesuatu yang telah Allah tentukan kepada diri kita dapat diterima dengan lapang dada, karena segala sesuatunya telah Allah tentukan kepastiannya. Sikap dasar inilah yang harusnya kita miliki untuk terus membangun kelapangan dada agar segala sesuatunya dapat kita kembalikan kepada yang memiliki. Hasil-hasil usaha kita yang telah kita ikhtiarkan menjadi tolak ukur keberhasilan kita, maka tugas kita adalah menerima konsekwensi hasil dari usaha kita. Berapa pun jumlah hasil yang kita dapatkan, ia datang dengan jumlah usaha yang pernah kita lakukakan, maka berlapang dadalah!.
Musyawarah dan konsolidasi
Kemenangan juga tidak datang dengan sendirinya, ia lahir dari satu kajian yang strategis, sistematis dan terarah. Analisis yang kuat tentang kekuatan, kelemahan, pelung serta tantangan yang dihadapi. Proses tersebut adalah langkah konstruktif untuk memetakan kemenangan dan mendekati angka yang nyata lebih dekat dengan kemenangan.
Kemudian proses tersebut juga dilakukan dalam satu moment musyawarah dan konsolidasi. Dua hal tersebut teramat penting, sebab dua hal ini adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari keduanya.
Musyawarah, proses kreatif dalam sebuah pembahasan yang dilakukan untuk mencari satu pemahaman dalam mencapai kesepakatan dan menuju mufakat. Sementara konsolidasi adalah, proses pengkondisian yang bersifat perlu untuk dilakukan dalam membahas permasalahan internal maupun eksternal dalam konteks kekinian.
Kita tidak bisa melupakan Musyawarah dalam proses penyelesaian suatu masalah, sebab ia menjadi teramat penting dalam sebuah proses tersebut. Apalagi berbicara kemenangan, musyawarah dan konsolidasi menjadi tolak ukur kemampuan jama`ah untuk siap menang atau hanya siap menuju kemenangan.
Kekuatan kedekatan dengan Allah
Kunci dari segala sesuatunya dalam menuju kemenangan adalah sejauh mana kita dekat dengan Allah SWT. Penerjemahan kita dekat dengan Allah adalah sejauh mana kita menjalankan segala perintah Allah dan menjauhkan segala larangan Allah. Dalam konteks tersebut adalah bagaimana ternyata kemenangan itu hanya dimiliki oleh orang-orang yang cinta kepada Allah dan mengembalikan segala sesuatunya kepada Allah SWT.
Dalam proses menuju kemenangan tersebut harus selalau berjalan dengan lurus antara ikhtiar dengan do`a. Do`a itulah bentuk kedekatan kita kepada Allah SWT. Hasil akhirnya, kemenangan atau kekalahan menjadi sebuah keniscayaan dalam proses pendewasaan di kehidupan kita.
Inilah sebuah nilai konstruktif yang dimunculkan dalam menuju kemenangan tersebut, ada daya dukung bagaimana mimpi-mimpi kemenangan itu lahir.
0 komentar:
Post a Comment