Article; Meninggalkan Jejak-Jejak Kehidupan

MENINGGALKAN
JEJAK - JEJAK KEHIDUPAN

Oleh : Abdurrahman El-Hafid*

Beginilah episode kehidupan, setiap dari potongan adegan-adegannya melahirkan suatu ceritera yang baru. Setiap keinginan idealnya terjadi sebagai bukti, setiap harapan idealnya terealisasi sebagai saksi, setiap kita memiliki keinginan dan harapan itu yang idealnya terjadi.

Bait-bait kehidupan menyayikan banyak sajak yang tak pernah kita tau maknanya. Kita hanya berharap sajak-sajak itu akan dikenang oleh orang, akan dimaknai oleh orang lain walaupun pembuat sajak itu telah jauh pergi meninggalkan kertas karyanya. Mereka begitu terasa dekat, walau hanya tinggal karya. Namun, itulah hidupnya setelah matinya. Meninggalkan segala nilai yang berisi.

Di balik itu semua ternyata sepenggal kisah anak zaman terkuak dalam sebuah obrolan kecil ala masyarakat kuno. Yang mati boleh mati meninggalkan dunianya, yang lahir boleh hidup menuju dunianya, tapi amalnya tetap ada dalam mati dan lahirnya.

Berikanlah oleh-oleh yang paling berharga, tinggalkanlah warisan yang paling bernilai, sesungguhnya untuk kembali ke sesuatu membutuhkan sesuatu untuk kembalinya, dan untuk meninggalkan sesuatu lebih penting dari apa yang kita tuju. Kita hidup untuk kembali ke Dzat yang maha hidup, dan untuk kembali kepada Allah kita membutuhkan bekal amal shalih sebagai perantara menuju ke-Ridhaan-Nya. Dan amal shalih itu, ada yang dibawa serta ada yang ditinggalkan. Yang dibawa akan terasa di bumi harumnya, yang ditinggalkan akan terasa di langit harumnya.

Inilah makna sesungguhnya dari memaknai kehidupan. Apa yang kita tinggalkan yang dimanfaatkan oleh orang lain akan menjadi tambahan pahala yang mengalir, akan menjadi saksi dan bukti kalau kita pernah meninggalkan jejak di bumi para pencinta. Tapi tidak semua dari kita berhasil meninggalkan jejak-jejak itu di dunia, banyak yang gagal karena niat.

Sesungguhnya, keihklasanlah yang menjadi sarana untuk menabur bunga yang harum dalam kepergian kita nanti. DR. Ali Al-Hammadi, seorang kepala Ad Daqiqoh Al Wahidah Center dan Direktur Creative Thinking Center di Dubay pernah mengatakan : ” Al ikhlash fillah (ikhlas karena Allah swt) dan al isti’anatu billaah (memohon pertolongan kepada Allah swt) itu adalah dua kunci utama yang paling menentukan dalam pengaruh.

Dua kunci inilah penentu bagi jejak - jejak kita di bumi...Apakah kita telah ada dalam bagian keihklasan dan pertolongan itu?

Rawa Bokor Tangerang-Banten (Oct 19, 2008/10:29)


* (Member of English Program For International University of South Carolina, U.S.A)

Article ; Menata Kembali Taman Iman Kita

MENATA KEMBALI TAMAN IMAN KITA
Oleh : Abdurrahman El-Hafid

Kini saatnya kita menata kembali taman iman kita, meluruskan komitmen ke-Islam-an kita, merapatkan barisan yang rapuh, mengambil butiran-butiran iman yg berserakan. Ia, iman yang telah ditanam sejak kelahiran kita. Diuji dan teruji, bernilai dan ternilai. Perjalanan keimanan yang membutuhkan banyak pengorbanan dan perjuangan. Ia, iman telah mantap ada dalam bahasanya. Dan apakaha saat ini ia semantap apa yang ada dalam bahasanya? Apakah ia masih kokoh terhujam dalam diri kita? Apakah ia masih berada pada titik keyakinan yang utuh terhadap Rabb-Nya?

Kalaulah kita masih bisa merasakan langit berdzikir, bumi berdzikir, dan seluruh alam beserta isinya berdzikir, kemudian mata kita berdzikir dengan genangan air mata karena mengingat kebesaran Allah, berarti taman keimanan dalam diri kita masih tertata rapih. Tapi sebaliknya, kalaulah hati ini sudah tidak lagi peka terhadap ayat-ayat Allah, dzikir tidak lagi bernilai bahkan tidak ada dzikir, tidak ada lagi kenikmatan dalam beribadah, semua buahnya menjadi terasa masam dan busuk, berarti ada yang salah dalam taman keimanan kita.

Mari kita buka kembali sejarah keimanan kita, sejarah mempertahankan keimanan. Berapa banyak sudah kita menggadaikan keimanan kita untuk kepentingan dunia, untuk kekayaan, untuk kedudukan, untuk nafsu kepada wanita, bahkan hanya untuk urusan perut. Orang lebih bangga berdiam di mobil dan rumah yang mewah, ketimbang harus pergi ke Masjid. Orang lebih senang dan nyaman untuk rapat dan meninggalkan waktu shalat. Orang lebih senang dalam pelukan wanita ketimbang mengambil air wudhu. Orang juga berani mencuri untuk makan sehari-hari. Si koruptor tak lagi malu dengan korupsinya, Si kaya tak lagi peduli dengan Si miskin, Si penjudi tak lagi malu bermaksiat secara terang-terangan, Si miskin tak lagi malu menggadaikan kemiskinannya. Inilah potret nyata dari taman iman kita.

Tidakkah kita rindu dengan keimanan yang dimiliki sahabat Bilal bin Rabbah? Siti Masithoh, tukang sisirnya Fir’aun?. Keimanan yang begitu mendalam yang dimiliki oleh mereka. Betapa Seorang Bilal bin Rabbah begitu bahagianya mengucapakan “Ahad..Ahad...Ahad..!.” walaupun dirinya sedang tersiksa. Siti Masithoh yang dengan rela digoreng di atas tungku yang menyala-nyala demi nama kebenaran untuk mengesakan Allah...

Marilah kita menata kembali taman iman kita. Agar tumbuh bunga yang selalu dihinggapi oleh kumbang. Dirindukan oleh setiap orang. Dikunjungi oleh banyak pendatang. Takjub karena keindahannya. Rapih dengan tataannya. Sejuk dipandang, indah dilihat. Itulah taman keimanan kita yanag baru.


Rawa Bokor Tangerang Banten,
Oct 19, 2008 / 12:38

Article

Menang Dalam Keramaian,
Kalah Dalam Kesepian
Oleh : Abdurrahman El-Hafid

Banyak Sang pemenang yang menjadi juara di arena terbuka dalam sebuah pertandingan, kompetisi dan kejuaraan. Mereka begitu semangat menunjukan keterampilan dan keahliannya kepada lawannya dan para penonton. Banyak pula yang bangkit meraih kemenangan dengan dukungan para penonton, apalagi dari barisan penonton ada seseorang yang spesial bagi dirinya, seperti keluarga dan sahabat dekatnya yang memberikan semangat. Akhirnya kemenangan itu datang dan diraih..Yah kemenangan pada saat itu, kemenagan dari sebuah cerita kemenangan.

Di sisi lain, Sang juara olimpiade matematika di Atlanta kembali ke Negara asalnya indonesia, lalu sampi di rumah ternyata Ibunda tercintanya telah tiada selama ia berada di Atlanta. Akhirnya sang juara olimpiade Matematika inipun merasakan sedih berkepanjangan...Dan mengalami depresi, dan pada puncaknya di keheningan malam, seorang diri, ia mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Berakhirlah cerita sang juara dengan tiang gantungan...

Begitupun sejarah keimanan. Tak terhitung jumlahnya mereka yang istiqomah di jalan Dakwah. Dipupuk solidaritasnya dalam sebuah kelompok atau jama’ah. Akhirnya seluruh hidupnya diwaqafkan untuk dakwah. Keimanannya begitu terlihat, kasat mata menerka kalau mereka begitu dalam keyakinan dalam keberagamaannya, sebab mereka begitu aktif dalam aktivits-aktivitas dakwah. Dlam dauroh-dauroh, mereka begitu terlihat khusyu’. Tahajjudnya, dhuhanya, tilawahnya benar-benar menggambarkan sosok pribadi muslim yang ideal. Namun...Itu ritual dalam kelompok, dan berbeda ketika Anda, saya dan kita semua kembali sendiri menjallani aktivita keseharian kita. Akankah ada semangat ruh yang menjadi industri peradaban Islam, hati sudah mulkai kering, jangankan yang sunnah, yang wajibpun dilalikan. Mata tidak lagi terjaga, hati tidak lagi terpelihara, telinga tidak lagi mendengar kebaikan..Kita kalah dari kesepian. Ternyata kita butuh bersama mereka dalam jama’ah. Kirta tidak bisa sendiri, kita butuh spirit untuk spiritual.

Begitupun dengan lidi, kalau ia hanya ada satu batang, maka tidak akan dapat berguna untuk membersihkan apa-apa, namun apabila lidi itu dijadikan satu, maka akan banyak manfaat yang diambil. Begitu juga kita, makhluk yang membutuhkan orang lain untuk mengingatkan kita, untuk menasehati kita dan untuk menyadarkan kita.

Kita selalu terlihat agak shaleh di depan orang, namun ketika kita sendiri terkadang ke-shalih-an kita tergadaikan. Ingin dilihat oleh orang sebagai ahli ibadah, plagiat ritual ibadah dilakukan, akhirnya kita menjadi budak setan. Bagi kita, kesempurnaan untuk menang dalam kesepian dan menang dalam keramaian, itulah pemenag sejati. (12:34)

Rawa Bokor Tangerang
Sept 02, 2008/ 02 Ramadhan 1428 H

“Hiduplah sebelum kelahiranmu,

“Hiduplah sebelum kelahiranmu,
Matilah setelah meninggalmu”

Oleh : Abdurrahman El-Hafid

Kehidupan, ialah yang datang setelah kelahiran, maka kelahiranlah yang menyebabkan kita berada dalam kehidupan. Kematian, ialah yang datang setelah kehidupan, maka kehidupanlah yang menyebabkan kita menghadapi kematian. Dari itulah kita lahir, kita hidup dan kita mati.

Tidak akan ada kematian tanpa kehidupan, tidak akan ada kehidupan tanpa kelahiran, dan tidak ada kelahiran tanpa penciptaan. Penciptaan lahir dari sebuah irodah Allah swt, dan irodah-Nya Allah adalah kuasa-Nya. Sampai disitulah pengetahuan kita, kita terbatas oleh ikatan taqdir, bahwa manusia terbatas pengetahuannya dibanding pengetahuan Allah, dan sebatas itulah pengetahuan kita terhadap Allah.

“Hiduplah sebelum kelahiranmu, matilah setelah meninggalmu”. Artinya jadilah orang baik yang selalu diidamkan orang dan selalu dikenang orang. Karena orang baik itu sebelum ia tiba di suatu tempat (lingkungan, kantor, atau apa saja) atau sebelum ia ‘dilahirkan’ di tempat itu, orang sudah mendengar tentang kebaikannya dan orang mengharapkan kehadirannya, dengan kata lain dia sudah hidup sebelum kehidupannya di tempat itu. Dan ketika dia meninggalakan suatu tempat, ia masih dikenang karena kebaikannya yang ditinggalkannya itu, seolah-olah ia masih hidup dan masih belum mati di tempat itu.

“Hiduplah sebelum kelahiranmu, matilah setelah meninggalmu....”

Rawa Bokor Tangerang Banten
Oct 19, 2008/12:55

Crystallization of Islamic Thought,

By : Abdurrahman El-Hafid

The crystallization of the basic principles of Islam and its distinct philosophy with respect to different fields, as well as its integrated academic methodology, are of prime importance in this first stage of revival and reformation. LDK and KAMMI as one of the organizations that concerning Islamic activities. And they are hoped can answer some questions about Islamic problems in the modern world. The Problems that faced on Islamic world in this era make us to reform our thought as Islamic activist. And these premises that invite us to make agreement about Crystallization of Islamic Thought in LDK and KAMMI.

Dates from LDK and KAMMI were born as student movement in university. LDK and KAMMI also have shown their role in political issues, especially KAMMI. And then, crystallization of Islamic thought is needed to continuing Islamic spreading in the world. In the light of Islamic purpose, they should make mapping for their generations in all aspects to support their activities.

Skill and competences are important things to develop our proficiencies in Islamic aspects. Don’t proud that you are Islamic activist, if you have no skill in your body. Islam needs us to be strong people, people who have competences to existence our big dream ‘khilafah’. Khilafah can not build without skill. And skill in this case is thought. Temporary, Our thought was low in all aspects. And we will to be the lowest people in Islamic movement.

We often think that we are people who have achievements with full-activities in Dakwah. But, when we are asked about something new which depend on our learning in Campus, we can not answer it. So, where is the special thing from us? We knew Islamic religion since ancient that Islam teaches us to learn more, more and more. And to show our resignation in Islam, we do not only exist in ritual ceremony, but also exist in all disciplines.

Tangerang, Oct 20, 2008/23:49




 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates