BOLA DAN NASIONALISME


Baiklah Kita patut berbangga dengan prestasi Tim nasional sepak bola Kita yang secara luar biasa mampu lolos ke final piala AFF tahun ini, luar biasa karena memang sudah sejak lama sepak bola Kita terpuruk dan tiba-tiba Kita dapat hadiah akhir tahun dari Timnas yang berprestasi. Lalu mendadak kesadaran Kita tergugah dan timbul pula rasa nasionalisme dan cinta negeri di diri Kita. Namun yang perlu sedikit Kita kaji ialah: bagaimana kalau ternyata nasionalisme Kita latah Cuma karena dipicu oleh euforia produksi media massa? Tentu pertama perlu ditegaskan bahwa maksud Kita bukan mendiskreditkan tim nasional maupun pesimistik dan merendahkan Mereka, karena seyogyanya timnas memang perlu dipuji dan di support agar mampu maju lebih jauh lagi, yang perlu Kita ketahui ialah pengaruh media massa yang sedemikian besar dalam membentuk opini publik dan secara alam bawah sadar menimbulkan kepercayaan pada diri Kita sehingga apapun yang dikatakan media langsung Kita percaya tanpa adanya bantahan. Itu yang coba Kita gali maknanya.
Ada sebuah teori yang dikembangkan oleh teoritikus Sandra Ball-Rokeach and Melvin DeFleur yang disebut “The Dependency Theory” alias “Teori Ketergantungan.” Dalam teori ini disebutkan bahwa “semakin seseorang tergantung pada media massa untuk memenuhi kebutuhannya, maka media akan menjadi semakin penting bagi seseorang itu. Kemudian media akan menjadi sangat berkuasa kepada seseorang tersebut, dan lama-kelamaan media akan berkuasa atas hidup seseorang itu.” Begitu tergantung Kita pada sebuah produk media sehingga tanpa sadar Kita memang sudah sampai pada proses dimana media menjadi sangat urgen dalam aspek kehidupan, Kita begitu percaya pada semua yang dikatakan media tanpa mau memilah mana yang benar dan mana yang blunder. Salah satu kasus yang cukup membuat Saya geli sendiri adalah di sebuah akun Twitter seorang bertanya dalam tweet nya “eh lagi dijalan nih menuju Benteng Vrederburg, ada yang tahu enggak jalannya kemana?” apa yang lucu hingga Saya geli sendiri? Sebenarnya pertanyaan itu tidak lucu dan biasa saja, bertanya jalan. Yang lucu dan perlu diperhatikan adalah mental pemilik akun tersebut yang sudah terlalu tergantung pada media (dalam hal ini Twitter) sehingga dia memutuskan bertanya arah jalan pada orang di Twitter.
Coba ditelaah secara logika, bukankah akan lebih efektif bila orang tersebut turun dari motornya sejenak lalu bertanya langsung pada orang di pinggir jalan ketimbang harus bertanya di Twitter dan harus menunggu sekian lama ada orang yang menjawab pertanyaannya tersebut? Namun secara alam bawah sadar memang pola pikir dependensia media itu sudah tertanam jadi pemilik akun itu lebih percaya pada Twitter daripada bertanya orang di jalan, walau tentu itu lebih nonefisien. Contoh lain adalah sebut saja si A yang berasal dari Jakarta yang panas tiba-tiba pindah ke Bogor yang sering turun hujan, karena pindah Kota maka Si A merasa membutuhkan membaca koran, atau melihat TV, maupun di internet tentang ramalan cuaca hari ini agar tahu apa akan hujan. Satu hari tiba-tiba Dia terputus dari media yang dikonsumsi nya tiap hari, internet putus, TV mati, koran tak dikirim. Alih-alih melihat keluar apa hari ini akan hujan atau percaya pada intuisi bahwa mungkin hari ini tak akan hujan, si A memilih tak keluar rumah sebab Dia tak mendapat ramalan cuaca hari ini dari media, sebuah sumber yang paling dipercayanya dalam hidup.
Maka dengan mengacu pada teori ketergantungan media tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: “bagaimana kalau ternyata rasa cinta negeri, nasionalisme, serta dukungan Kita pada timnas sekarang ini hanya karena Media memaksa alam bawah sadar Kita agar percaya hal itu, dan bukan berasal dari lubuk hati Kita yang paling dalam?” karena porsi pemberitaan media massa yang Kita konsumsi tiap hari sangat berlebih dan cenderung bias pula, dan semua Kita telan mentah-mentah. Padahal media tentu membuat berita itu bertendensi pada penaikkan oplah dan rating maka sebuah isu yang sepertinya berpotensi meningkatkan kredibilitas media itu harus di blow up sebanyak mungkin bahkan kalau perlu didramatisir agar lebih menarik minat. Dalam makalahnya “pengantar Komunikasi Massa” Nurudin menyebutkan “Media massa dan budaya massa telah mempromosikan banyak hal yang ikut menjadi sasaran teori kritis. Bahkan ketika media massa tidak melihat sebagai sumber masalah khusus, mereka dikritik untuk memperburuk atau melindungi masalah dari yang diidentifikasi atau disebut dan dipecahkan. Contohnya, seorang teoritikus berpendapat bahwa isi praktik produksi para praktisi media tidak hanya menyebabkan tetapi juga mengabadikan masalah.” Maksudnya ialah media massa seringkali harus menambahkan bumbu-bumbu penyedap dalam sebuah informasi agar para audience berminat mengkonsumsi informasi itu, dan sialnya Kita ini lagi-lagi tanpa sadar ikut termakan propaganda budaya massa itu.
Kita lebih butuh sebuah hiburan ketimbang isi informasi itu, Kita lebih suka kemasannya yang wah daripada esensi informasi yang dikandungnya. Maka porsi pemberitaan luar biasa media lokal akan Timnas Indonesia mau tak mau tak mau memunculkan euforia massal yang melahirkan nasionalisme latah yang muncul tiba-tiba selama Piala AFF terselenggara. Sebuah pertanyaan lantas timbul: seandainya media tidak mengatakan “kemenangan timnas sepakbola Indonesia menimbulkan nasionalisme pada penduduk Indonesia” apakah Kita tetap memiliki rasa nasionalisme itu? Kalo iya kenapa sebelumnya euforia nasionalisme ini tak muncul ke permukaan? Kasus yang sama persis terjadi dimana Kita tahu kalau Kita butuh dan harus makan Burger setelah Kita melihat iklannya di TV, padahal sebelum melihat iklan itu Kita tak butuh makan burger dan hidup Kita baik-baik saja tanpanya.
Sebagai penutup, lagi-lagi ini bukan bentuk pesimis akan timnas, justru harusnya ini jadi perenungan Kita. Apakah dukungan Kita pada timnas sepakbola Indonesia benar-benar dari lubuk hati yang terdalam atau kesadaran ini adalah kesadaran (palsu) yang timbul karena digugah media massa yang orientasi utamanya adalah atas nama rating dan oplah? Agaknya niat baik Kita memberi support dan tekad nasionalisme pada timnas perlu didekonstruksi dan dievaluasi. Agar timnas sepakbola negeri yang memang bermain bagus dan patut berprestasi itu benar-benar dapat membuat prestasi luar biasa di kancah internasional karena mendapat dukungan yang sesungguhnya dari lubuk hati terdalam warga Indonesia.
SELESAI
(sebuah perenungan ketika menanti final piala AFF dimana Indonesia akan melawan Malaysia. Jadi, Kita nonton bola dan support timnas karena memang suka dan sadar, atau karena tanpa sadar media massa membentuk mental Kita?)

Akhirnya LULUS Ummi....

Alhamdulillah, sekian lama menunggu masa-masa bahagia ini, akhirnya lulus juga dari kampus tercinta yang telah menorehkan banyak perubahan bagi hidupku....Waaah mestinya memang 4 tahun luliusnya, tapi jadi 5 tahun, itu karena aku harus mengabdikan diri terlebih dahulul menjadi Presiden Mahasiswa...


Tapi....Gak maslah kalaupun lulus 5 tahun, yang terpenting ku telah melewati masa-masa di perkuliahan jenjang S1. sekarang saatnya berburu kembali beasiswa untuk s2. 
Yah masa depan telah menunggu, satu langkah menuju Menteri Luar Negeri akan segera tercapai, nah inilah saatnya aku memulai pertarungan selanjutnya...YAKINNNNN...Go A Head Brother!:-)

Foto: Dari kiri ke kanan. M.Isa Ibnu Sakoy, Abdurrahman Hafid, Jajang Nurjaman dan Ahmad Hilal Fawzie

The Influence of Human and Institutional Capacity Development: Indonesia Program toward Education in Banten Province

By: Mr Abdurrahman El-Hafid
Banten is a province that is growing and continues to improve its quality as a province near the capital of the State of Indonesia, Jakarta. The development of the province focuses on several areas that are being cultivated to become a model province typical offerings. One of the fields being worked by every government service is the field of education.
In Banten province, public education is still not equitable, seen by the small number of community participation for continuing education to higher education, especially to college in all districts and cities in Banten Province. On this basis the participation of all parties needed to resolve the problems of education in the province of Banten.
Apart from government, educational institutions must also have a role in responding to this problem. One way is to increase human resources the teachers at all levels of education, especially in higher education. As an assistant lecturer at universities and lecturers in private universities in the offerings, I highly appreciate the development of education in the offerings, but there are some things I still want to continue to help to develop it. I really hope to learn to see the developed countries in the implementation of education, both system and human resources.
The training program offered by USAID into concrete solutions for our professors who want to continue to develop our capabilities in the area. We hope to get a lot of knowledge and experience after undergoing our master of education program in the United States, let alone America is one among the developed countries which have very good education. This is extremely helpful for us who come from areas to be able to join in this training program.
In addition, the solution that I want to offer after joining this training program is to establish an institution or community improvement and development of skills of teachers and lecturers in the province of Banten, which facilitates the teaching staff to be able to improve their ability in their respective fields. If possible, they also can continue their education levels to master and doctorate programs in foreign universities for free to also participate in this program.
In conclusion, this training program is very influential for my future and sustainability of the province of Banten. Because now I continue to be a pioneer in improving education in the province of offerings including control of government policy in the budget for education. I continue to open cooperation with various parties to help us in the province where the Jawara to power so we could enjoy a proper education like everyone else. We very sincerely hope to join in this training to realize the dream of our great.

KETEGARAN, KUNCI MENGALAHKAN STRATEGI MUSUH



(Belajar dari Al-Khabbab bin Arats)
Oleh: Abdurrahman El-Hafid

“Diantara orang-orang mu’min terdapat pahlawan-pahwalan
yang telah menepati janjinya dengan Allah.” 
(QS. Al-Ahzab : 23)

Al-Khabbab bin Arats, seorang  pandai  besi  yang juga lihai membuat baju dan peralatan perang kemudian ia jual di pasar-pasar pinggiran kota Mekah saat itu. Al-Khabbab, satu di antara dua puluh sahabat yang mengakhiri hidupnya dengan jalan kesyahidan adalah sosok yang disebutkan dalam sejarah sebagai seorang Guru Besar Pengorbanan dan Kesabaran. Jadi kalau ada satu Fakultas di dunia ini bernama Fakultas Pengorbanan dan Kesabaran, maka Al-Khabbab lah Guru Besarnya pada fakultas tersebut. Mungkin juga mahasiswanya adalah Siti Masithoh, tukang sisir Fir`aun yang direbus di atas tungku yang besar hanya gara-gara ketika sisirnya jatuh, ia mengucapkan nama Allah kemudian fir`aun murka kepadanya. Begitu juga mungkin dengan Bilal bin Rabah, yang walau dikubur hidup-hidup, lisannya masih menyebut, Ahad...Ahad…Ahad..!!!.
Beginilah kalau kita mengingat mereka, para Guru Besar dan mahasiswa di Fakultas Pengorbanan dan Kesabaran. Mereka seolah hadir menghiasi kisah yang menambah khazanah keyakinan kita untuk selalu menghadapi segala sesuatunya dengan sabar dan mengingat Allah.
Marilah kita melihat bagaimana kisah inspirasi yang mengantarkan Al-Khabba menjadi seorang Guru Besar pengorbanan. Al-Khabbab, yang tidak pernah alfa dalam hidupnya menemani Rasulullah dalm berperang. Dia juga yang mengajarkan Fathimah binti Khattab belajar Al-Qur`an. Ia tidak pernah lelah untuk selalu berjuang di jalan Allah, mencinta amal dan merindukan syurga. Jadi, sangatlah wajar pengorbanan Al-Khabbah yang begitu besar dibalas dengan kenikmatan Syurga.
Suatu ketika, karena kecintaannya terhadap Rasulullah, akhirnya Al-Khabbab dibenci oleh para kafir Quraisy. Kebencian mereka mengantarkan Al-Khabbab menjadi seorang yang selalu mendapatkan intimidasi dan siksaan, termasuk pada saat orang-orang kafir menginginkan agar Al-Khabbab dibunuh saja agar dapat menghentikan semangatnya dalam menyebarkan serta mengajarkan Islam. Namun, bukan Al-Khabbab namanya kalau ia mundur dari ancaman, itu berarti kalah.
Suatu ketika, pada saat orang-orang kafir Quraisy itu datang ke rumah Al-Khabbab, kemudian melihat banyak besi-besi yang Al-Khabbab buat untuk baju besi dan peralatan perang, mereka ambil lalu mereka panaskan sampai besi-besi itu memerah dan mengeluarkan hawa panas dan tak terkira. Kemudian orang-orang kafir itu menaruh besi-besi panas ke kaki dan tangan Al-Khabbab, namun Al-Khabbab terus tersenyum dan menahan rasa sakitnya. Melihat ketegaran Al-Khabbab, orang-orang kafir Quraisy itu semakin tak terkira kesalnya bukan main, akhirnya meminta bantuan Ummi Anmar, yang tidak lain adalah tuannya Al-Khabbab. Lalu Ummi Anmar mengambil besi panas itu kemudian dia letakkan di atas kepala tepatnya ubun-ubun Al-Khabbab, seketika Al-Khabbab merasa sangat kesakitan, namun tetap Al-Khabbab beruisaha tenang dan menahan rasa sakitnya agar Ummi Anmar dan para Algojonya tidak tertawa puas kalau melihat Al-Khabbab malah teriak kesakitan. Ia berusaha menahan itu semua dengan kesabaran dan ketegaran yang mengantarkan kepada frustasinya musuh-musuh Al-Khabbab.
Subhanallah, Al-Khabbah mengajarkan kita sekelumit dari kisahnya untuk menjadi seorang yang tegar dan sabar. Mungkin dengan menyimak kisah tersebut seolah Al-Khabbab mengajak kita untuk masuk ke salah satu jurusan di fakultas pengorbanan dan kesabaran untuk menjadi sarjana di bidang pengorbanan dan kesabaran.
Hikmah yang kita bisa ambil adalah bagaimana ternyata ketegaran menjadi sebuah strategi jitu untuk mngalahkan serta menghancurkan musuh – musuh kita atau mereka yang membenci kita. Ketika mereka berusaha membabi buta untuk menjatuhkan kita, maka ketegaran adalah kuncinya. Mereka akan merasa bahwa kita lemah tidak bisa melawan mereka atau membalas fitnah mereka, namun sesungguhnya kita adalah kemenangan yang dibungkus dengan ketegaran. Mereka yang selalu hidupnya diwarnai dengan ketegaran, maka mereka adalah pemenang yang sesugguhnya. Mereka adalah bukan musuh kita, tapi ladang kita untuk beramal. Kalaupun kita memiliki kekurangan dan kekhilafan, sesungguhnya yang mengoreksi kita juga tidak lebih baik dari kita, karena mereka juga manusia biasa.
Bersabarlah, ketegaran akan manyertaimu! Tegarlah, kemenangan akan mnyertaimu!


BERPIKIR DAN BERJIWA BESAR; Membedah pemikiran David J. Schwartz



Oleh: Abdurrahman El-Hafid*

“Anda adalah apa yang Anda pikirkan mengenai diri Anda. Berpikirlah bahwa diri Anda lebih besar, maka Anda pun menjadi lebih besar.”
(David J. Schwartz)


Berpikir dan berjiwa besar, buku terjemahan yang berjudul asli The Magic of Thinking Big adalah buku yang diklaim sebagai buku #1 terlaris dunia yang cukup melambungkan nama David J. Schwartz sebagai seorang motivator yang dapat mempengaruhi banyak orang yang hidup di atas muka bumi ini untuk dapat merubah dunia dengan cara berpikir baru ala Schwartz.
Sebenarnya apa yang sesungguhnya menjadi kekuatan buku ini hingga begitu sensational di mata pembacanya, khususnya bagi para motivator di seluruh pelosok negeri hingga para members dari sekian MLM (Multi Level Marketing) menjadikan buku Schwartz sebagai buku panduan wajib yang harus dibaca oleh para down-line mereka.
Testimoni yang berseliweran atas penerbitan buku ini menjadi teramat berharga bagi marketing produk dari buku ini, terbukti telah dicetak berulang kali sampai  jutaan ribu copy dari buku ini terjual dengan terjemahan beberapa bahasa di seluruh dunia. Beginilah memang kalau sudah jodoh, Schwartz tanpa harus lelah menawarkan bukunya untuk dibaca orang dengan berkeliling dunia, tapi sudah lebih dulu pemikirannya berada di jiwa setiap orang tanpa harus hadir di tempat tersebut, inilah apa yang disebut dengan invisible marketing dalam teorinya.
“14 kalimat pusaka ala Schwartz”, itulah istilah yang penulis pinjam untuk membahasakan pemikiran Schwartz. Dalam 14 Bab Schwartz mengemukakan pendapatnya tentang sebuah mimpi yang dapat terealisasi, ketidakmungkinan yang mungkin terjadi, kelemahan yang menjadi kekuatan, menjadi nomor satu bagi petarung yang merasa lemah, menjadi pemimpin perang walau seorang prajurit, membumihanguskan segala teori kegagalan, ketidakmampuan dan ketidakmungkinan. Yah, buku ini memang seolah hadir dengan pembahasan yang dekat sekali dengan keseharian kita, pembahasan sederhana dengan solusi yang teramat tinggi untuk kita pikirkan, namun dapat terpikirkan dan terpecahkan oleh tempurung kepala Schwartz.
14 kalimat pusaka itu adalah: 1. Percaya Anda dapat berhasil, maka Anda pun akan benar-benar berhasil. 2. Sembuhkan diri Anda dari dalih penyakit kegagalan.3. Bangun kepercayaan dan hancurkan ketakutan. 3. Bagaimana berpikir besar. 5. Bagaimana berpikir dan bermimpi secara kreatif. 6. Anda adalah apa yang Anda pikirkan mengenai diri Anda. 7. Atur lingkungan anda: Gunakan yang kelas satu. 8. Jadikan sikap Anda sekutu Anda. 9. Berpikir benar tentang orang lain. 10. Dapatkan kebiasaan bertindak. 11. Bagaimana mengubah kekalahan menjadi kemenangan. 12. Gunakan tujuan untuk membantu Anda bertumbuh. 13. Bagaimana berpikir seperti pemimpin. 14. Bagaimana menggunakan mukjizat berpikir besar di dalam situasi kehidupan yang paling kritis.[1]

Bahasa yang Schwartz sampaikan begitu sederhana, namun mengapa seolah kalimat-kalimatnya menjadi senjata pamungkas dalam pertarungan melawan musuh bernama kegagalan, malas dan ketidakmungkinan. Ternyata memang Schwartz mengubah cara berpikirnya melalui pendekatan “Mukjizat”, bahasa Schwartz dalam bukunya. Namun istilah ini sangat membumi walaupun ia pinjam dari bahasa langit, yaitu yang lahir dari nilai ketuhanan. Dari 14 kalimat pusaka tersebut, mari kita lihat beberapa di antaranya sebagai bahan diskusi kita sekaligus mengulang kembali memori kita tentang motivasi hidup.

Percaya Anda Dapat Berhasil, maka Anda pun akan Benar-benar berhasil.
Yang ingin Schwartz sampaikan pada pembahasan ini adalah tentang sebuah keyakinan, keyakinan tentang sebuah keberhasilan, keberhasilan yang didasari oleh keyakinan. Begitupula yang ditulis Schwartz, ia memberikan penjelasan bagaimana sesungguhnya kepercayaan itu bekerja. Menurut Schwartz, pada saat kita membangun kepercayaan kita tentang kemampuan untuk melakukan sesuatu, contohnya “Saya dapat melakukannya” dan benar-benar meyakininya, maka secara langsung “bagaimana melakukannya” pun berkembang secara otomatis. Jadi pada kesimpulannya, kalau kita belum memulai sesuatu dengan keyakinan kita, maka sesuatu itu tidak akan terjadi karena kita tidak mengetahui bagaimanan cara melakukannya, namun pada saat kita memulai Sesutu dengan keyakinan, maka secara otomatis kita akan mengetahui bagaimana cara melakukan apa yang kita inginkan.
Pendapat ini memang tepat diserangkaikan dengan beberapa pendapat dalam teori-teori membangun kekuatan berpikir, bahwa kekuatan berpikir pada prinsipnya adalah membangun kekuatan kita dari cara berpikir biasa kepada cara berpikir luar biasa yang orang lain anggap sebuah hal yang mustahil untuk dikerjakan, atau hanya sebuah lintasan pikiran saja[2].
Banyak orang yang terpuruk ketika mereka tidak tau apa yang mereka lakukan, karena mereka tidak memiliki obat kekuatan berpikir tersebut. Sebab memang kekuatan berpikir lahir dari sebuah sikap kritis terhadap gejala perubahan, karena memang semuanya akan berubah kecuali perubahan itu sendiri[3]. Dari sinilah ketika menilai bahwa Schwartz adalah Agent of Change yang dapat menawarkan solusi bagi permasalahan setiap orang tentang kehidupan dengan cara berpikir tersebut.
Sebagian dari kita memang terkadang berlebihan dalam menghadapi pemikiran yang sedikit berbeda, atau dalam kata lain kita malah sering “mengadili pikiran”[4] yang lahir dari track record seseorang yang negative, namun sesungguhnya buah pikiran mereka menjadi bersahabat bagi sebagian orang. Pada saat sebagian orang merasa bersahabat dengan apa yang diyakininya, maka mereka berhak memilih keyakinannya.
Buku Berpikir dan Berjiwa besar ini sangat menarik untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, khusunya bagi Anda yang merasa pada posisi paling terpuruk dalam hidup. Buku ini akan mengantarkan Anda pada puncak dari keberhasilan yang sesungguhnya.


“Cara Terbaik Memprediksi Masa Depan adalah
Dengan Menciptakan Masa depan”
-Peter Drucker-




* General Manager ZERO Training Indonesia, Direktur English Training Service Global Institute, Dosen STIB Banten Raya dan STAI Darul Qolam, Alumni English Programs for Internationals University of South Carolina, U.S.A.
[1] David J. Schwartz, Berpikir dan Berjiwa Besar (Jakarta: Binarupa Aksara, 1996)
[2] Abdurrahman El-Hafid dan M.Isa, The Power of Motivation (Serang: ZERO Publishing, 2009), p.8
[3] Rijalul Imam, Menyiapkan Momentum ( Jakarta: KAMMI Pusat, 2008), p.55
[4] Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid; Jalan Hidup Seorang Visioner (Jakarta: KOMPAS, 2010), p.228
 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates