Demonstrasi, istilah yang akhir-akhir ini kita sering dengar di berita-berita yang mewarnai layar kaca, di Koran, majalahdan media-media lainnya. Mulai dari urusan perut sampai urusan Negara. Seolah semuanya akan terselesaikan dengan cara berdemonstrasi dan beruunjuk rasa. Mulai dari tukang Koran sampai mahasiswa terus adu kekuatan massa dengan cara-cara tersebut. Secara istilah, demonstrasi ini juga didefinisikan dalam Ensiklopedi Britannic Online memberikan definisi demonstrasi dengan a public display of group feelings toward a person or cause. (tahun 2008).
Demonstrasi juga saat ini menjadi satu lokomotif penggerak setiap permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dengan jalan damai atau diskusi, akhirnya cara yang tepat menurut para demnstran adalah berdemonstrasi untuk memebrikan show of force kepada hal layak ramai untuk memberikan informasi terkait dengan isu atau permasalahan yang sedang mereka perjuangkan. Akhirnya nilai kepuasan yang mereka lakukan agak sedikit terpenuhi, karena saat ini demonstrasilah yang dianggap jalan satu-satunya memberikan alternative solusi.
Banyak hal positif yang didapatkan dari demonstrasi yang sering dilakukan, terkadang banyak sekali permsalahan yang penting yang dapat terselesaikan dengan jalan ini. Namun, di balik ini smeua masih meninggalkan banyak kesan negative dari deminstrasi tersebut. Mungkin di antara kita masih mengingat peristiwa terakhir demonstrasi yang besar pada tahun 1998, peristiwa yang mengakibatkan trauma yang besar bagi bangsa ini sekaligus perubahan besar dari orde baru ke masa reformasi. Trauma besar yang dialami oleh bangsa ini adalah bagaimana pada saat itu demonstrasi yang dikawal oleh ratusan ribu mahasiswa bahkan lebih dari itu. Karena banyaknya masa yang berkumpul, akhirnya tidak bias terkendali oleh coordinator lapangan pada saat itu, bahkan yang melakukan demonstrasi bukan hanya mahasiswa, tapi juga masyarakat umum. Akibat dari ini semua terjadi penjarahan di mana-mana, dan kerusakan yang mengalami kerugian yang sangat mahal.
Terlepas dari itu semua, maka kita sebagai umat Islam, yang memiliki panduan hidup Al-Qur`an dan As-Sunnah mesti memiliki panduan dari setiap hal yang kita lakukan sehari-hari, termasuk dalam hal ini adalah demonstrasi. Ada tata cara tersendiri atau aturan yang mengarahkan kita dalam berdemonstrasi.
Memaknai Demonstrasi/Muzhaharah kita
Demonstrasi sebagaimana yang disebutkan dalam kamus besar bahasa Indonesia mengandung dua makna. Pertama, pernyataan protes yang dilakukan secara massal atau unjuk rasa. Kedua, peragaan yang dikemukakan secara massal atau bagian atau kelompok. Yang dimaksud dalam tulisan ini adalah yang pertama. Dalam wacana islam demonstrasi disebut dengan muzhaharoh, yaitu sebuah media dan sarana penyampaian gagasan atau ide-ide yang dianggap benar dan berupaya mensyi’arkannya dalam bentuk pengerahan massa. Demonstrasi merupakan sebuah sarana atau alat sangat terkait dengan tujuan digunakannya sarana atau alat tersebut dan cara penggunaanya. Sebagaimana misalnya pisau, dapat digunakan untuk berjihad, tetapi dapat juga digunakan untuk mencuri. Sehingga niat atau motivasi sangat menentukan hukum demonstrasi. Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya amal-amal itu terkait dengan niat. Dan sesungguhnya setiap orang akan memperoleh sesuai degnan niatnya. Maka barangsiapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu mendapat keridhoan Allah dan Rasul-Nya.Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia dan seisinya, atau karena wanita yang dia ingin menikahinya, maka hijrahnya itu sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Demonstrasi dapat bernilai positif, dapat juga bernilai negatif. Demnstrasi dapat dijadikan komoditas politik yang berorientasi pada perolehan materi dan kekuasaan, dapat juga berupa sarana amar ma’ruf nahi mungkar dan jihad. Dalam kaitannya sebagai sarana amar ma’ruf nahi mungkar dan jihad, demonstrasi dapat digunakan untuk melakukan perubahan menuju suatu nilai dan sistem yang lebih baik.
Allah swt berfirman:
Dia-lah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci. (QS 61:9)
Pada ayat di atas, kalimat Liyudzhirohu ‘alad diini kullih (agar diperlihatkan dan dimenangkanNya atas semua agama), menunjukkan bahwa agama Allah yang mulia ini bersifat terang, terbuka jelas dan untuk dimenangkan atau diperjuangkan oleh para pengikutnya. Karena itu muzhoharoh secara bahasa dapat dikatakan memilika dasar Al-Qur’an yang kuat berdasarkan ayat ini.
Sebagaimana pula Rasulullah SAW bersabda:
Akan senantiasa ada sekelompok orang dari ummatku yang dzohiriina ‘alalhaq (yang memperjuangkan kebenaran). Tidak mencelakakan mereka siapa-siapa yang mengganggu mereka dan musuh-musuh mereka sehingga datanglah hari kiama sedangkan mereka tetap dalam keadaan demikian (HR.Bukhari-Muslim)
Al-Quran dan hadits tidak secara langsung menyuruh kita melakukan muzhoharoh atau unjuk rasa sebagaimana kita pahami sekarang ini, yang diperintahkan adalah menyampaikan kebenaran. Sehingga menyampaikn atau memperjuangkan kebenaran itu hukumnya wajib. Adapun penggunaan bentuk muzhoharoh sebagai unjuk rasa sendiri hanyalah wasilah saja.
Apabila kita melihat pada sirah nabawiyah sebenarnya telah diperlihatkan juga bentuk-bentuk demonstrasi yaitu :
- Muzhoharoh pernah beliau lakukan terhadap Abu Sufyan, dimana beliau SAW mengharuskan Abu Sufyan untuk melihat kekuatan kaum muslimin, dan beliau memutus jalan baginya untuk berfikir ulang tentang kemungkinan melakukan kontak senjata dalam melawan kekuatan besar islam. Sebelum peristiwa show of force (idzh har al-quwwah) menjelang fathu Makkah (tahun 8H) ini Rasulullah SAW telah meminta kepada kaum muslimin untuk melakukan umrah qadha’ (tahun 7H) agar mereka dalam thawafnya setengah berlari dalam rangka unjuk kekuatan pula untuk menampakkan kelebih-lebihan mereka dan bahwasannya mereka betul-betul dalam kondisi fisik yang sehat. Yang semua ini bisa dirujuk secara rinci dalam fiqih haji dan buku-buku sirah.
- Setelah itu, Rasulullah saw mengirim berbagai utusan dan saraya (ekspidisi-ekspidisi militer) ke berbagai wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan Madinah. Di antara sasaran dan targetnya adalah ‘ardhul quwwah (defile atau parade kekuatan). Nabi saw berkata kepada Usamah bin Zaid ra “Injakkan kudamu di bumi Balqa’ (sekarang Syiria)”
- Seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw mengadukan perihal tetangganya, maka Rasulullah bersabda, “Buanglah perabotmu ke jalan”, lalu orang itupun membuangi perabot rumahnya ke jalan, dan mulailah orang-orang yang lewat melaknati tetangga yang mengganggu itu. Tak lama kemudian sang tetangga itu datang kepada Nabi saw. Lalu ia berkata “Ya Rasulullah, apa yang saya dapat dari manusia?”. Orang itu menjawab :”Mereka melaknati saya”. Rasulullah saw bersabda “Sungguh, Allah swt telah melaknati dirimu sebelum orang lain”. Orang itu berkata :”Saya tidak akan melakukannya lagi”. Kemudian datanglah lelaki yang mengadu kepada Nabi saw, maka Rasulullah saw bersabda: “Ambil kembali barang-barangmu sebab kamu sudah tidak disakiti oleh tetanggamu lagi”
Imam Al Bazzar meriwayatkan hadits ini dengan isnad hasan dengan redaksi yang mirip, hanya saja (dalam riwayat al Bazzar ini) Rasulullah saw bersabda : “Taruhlah perabot rumahmu di jalan atau di atas jalan”. Lalu ia pun meletakkan perabotnya di jalan. Maka setiap orang yang melewatinya bertanya : “Apa yang terjadi pada dirimu?” Orang itu menjawab “Tetanggaku menyakiti diriku”. Maka orang-orang yang melewatinya itu lalu melaknat tetangganya. Lalu datanglah tetangganya kepada orang itu lalu berkata :”Ambil kembali semua perabotmu, saya tidak akan menyakitimu selamanya”
- Nabi saw dengan para sahabatnya melakukan demonstrasi meneriakkan dan menyerukan tauhid dan kerasulan Muhammwad saw di jalan-jalan sambil menelusuri jalan Mekkah dengan tetap melakukan tabligh dakwah
- Rasulullah saw dan para sahabatnya melakukan thawaf qudum setelah peristiwa hudaibiyah melakukan demo memperlihatkan kebenaran islam dan kekuatan para pendukungnya dengan memperlihatkan pundak kanan (idthiba’) sambil berlari-lari kecil. Bahkan beliau secara tegas mengatakan saat itu, “Kita tunjukkan kepada mereka (orang-orang zhalim) bahwa kita (pendukung kebenaran) adalah kuat (tidak dapat diremehkan dan dimain-mainkan).
Selain merujuk kepada sirah, terdapat pula kaidah fiqhiyah:
“Sesuatu hal yang tidak akan tercapai dan terlaksana kewajiban kecuali dengannya maka hal tersebut menjadi wajib”
Para ulama yang dapat dipercaya di abad ini berpendapat “al ashlu fil muzhaharat al ibahah” (hukum muzhaharah adalah boleh), berdasarkan kesesuaiannya dengan maqashid syari’ah yaitu melindungi dan memelihara agama, nasab, harta, jiwa, dan kehormatan. Bahkan bisa jadi hukumnya berubah menjadi wajib jika tidak ada jalan lain untuk melakukan inkarul munkar kecuali dengannya. Sebagai bukti, muzhaharoh ini telah dilakukan oleh para ulama yang al masyhud lahum (recomended) sepanjang zaman, dan tidak ada seorang ulama lain yang mengingkari para ulama itu tatkala mereka turun ke jalan dalam muzhaharoh tersebut. Muzhaharoh adalah miqyas lirra’yi (alat ukur opini) dan dilakukan dalam rangka men-ta’fil (mengefektifkan) manusia dalam menetapi kebenaran dan mensikapi hal-hal yang menyimpang dari kebenaran.
Di dalam suatu wawancara yang dilakukan terhadap yang mulia DR Muhammad Al Ahmari, salah seorang ulama dan da’i dari Saudi Arabia ada muatan sebagai berikut :
“Awal konstruksi rujulah (kelelakian, kejantanan) adalah kalimatul haq (pernyataan kebenaran) yang diucapkan oleh seorang yang shadiq di hadapan seorang zhalim yang berbuat kerusakan. Dan pernyataan ini akan semakin berkesan dan berdampak kuat manakala disampaikan oleh seluruh rakyat secara lengkap. Dengan demikian, ribuan orang yang menyuarakan dengan lantang suatu kebenaran pada beberapa kota islma dan kota-kota non islam pada hari-hari ini (situasi saat fatwa ini keluar) menyiratkan kesatuan dan kekuatan.
Jadi kalimatul haq merupakan kewajiban sekaligus harus menjadi syi’ar. Jika menampakkan kegembiraan pada hari raya dan menghimpun orang pada hari itu adalah sunnah, termasuk di dalamnya menghimpn orang-orang yang tidak diwajibkan dan tidak disunnahkan shalat, lalu ia keluar dalam rangka taktsir sawad al muslimin (menunjukkan kuantitas kaum muslimin), dan dalam ragka mengungkapkan rasa kegembiraan mereka semuanya, lalu, mengapa kita tidak berdiri dan bersikap bersama saudara-saudara kita yang menderita disebabkan berbagai macam siksaan, yang kampung halaman mereka diratakan, harga diri mereka diinjak-injak serta anak istri mereka dibunuhi (Islam Online).
Beberapa patokan syar’i saat melakukan aksi demonstrasi / muzhaharoh
Ada beberapa dhawabith yang harus menjadi perilaku seorang muslim saat melakukan muzhaharat, sebagaimana yang disebutkan dalam fatwa Syaikh Shalih Al-Munajjid (imam dan khatib masjid Umar bin Abdul Aziz di Al Khobar, Saudi Arabia) :
“Tidak mengapa kaum muslimin berhimpun dan keluar dalam bentuk muzhaharah untuk mengingkari perkara tertentu, memproklamirkan penolakan mereka terhadapnya dan menuntut adanya campur tangan dalam mencegahnya, jika cara ini berguna dan bermanfaat dengan syarat tidak masuk dalam berbagai hal yang diharamkan, misalnya :
1. Keluarnya kaum wanita secara tabarruj (bercampur baur, dan berhimpitan)
2. Mempergunakan suara-suara dan perbuatan-perbuatan yang kontradiksi dengan adab-adab islam saat muzhaharah
3. Menyerukan yel-yel yang tidak benar, seperti : Al-Qudsu (Baitul Maqdis) adalah negeri Arab dan tetap akan menjadi negeri Arab, yang benar adalah Baitul Maqdis adalah negeri Islam dan bukan milik orang Arab saja.
4. Berdirinya kaum demonstran di hadapan kuburan seorang kafir atau meletakkan karangan bunga di atas kuburannya
5. Tawassul dan tadzallul (menghinakan diri) dengan ungkapan-ungkapan yang merendahkan kaum muslimin.
6. Menzhalimi orang lain, seperti : menutup jalan, dan mematikan lampu lalu lintas.
7. Mempergunakan pola caci maki, dan celaan-celaan yang tidak diperbolehkan secara syar’i
8. Ikhtilath (bercampur baurnya) laki-laki dan kaum wanita saat berlangsungnya muzhaharah.
9. Menyerupai orang-orang kafir pada salah satu hal dari karakteristik mereka, baik dalam berpakaian, atau isyarat-isyarat yang mereka buat, atau pakaian yang harus dikenakan oleh para demonstran muslim dari pihak mereka
10. Melanggar kepemilikan orang-orang tidak berdosa, seperti : menghancurkan tempat perdagangan mereka, atau membakar api di fasilitas umum dan hal-hal haram lainnya
Maraji’ :
Fiqih Demonstrasi, Aus Hidayat Nur
Fatwa-Fatwa Dewan Syariah Pusat Dakwah
0 komentar:
Post a Comment