LANGIT PARA SYUHADA
(Cerpen Mini)
Oleh : Abdurrahman El-Hafid
Sore itu, kota karbala-Iraq ramai dipenuhi dengan suara-suara bom, teriakan bocah cilik para mujahidpun mewarnai tanah suci para syuhada. Sementara..., “Laa ilaha illa anta, subhanaka inni kuntu minadzzholimiin, Laa ilaha illa anta, subhanaka inni kuntu minadzzholimiin, Laa ilaha illa anta, subhanaka inni kuntu minadzzholimiin..”[1] tak henti-hentinya seorang perempuan tua yang sedang hamil terdengar sayup-sayup melantunkan do`a, berharap ada pertolongan Allah datang menyelamatkan dirinya dari kejaran tentara Amerika. Do`anya berisi, penuh dengan harapan, bibirnya bergetar, berdo`a kepada Allah “Laa ilaha illa anta, subhanaka inni kuntu minadzzholimiin....berkali-kali do`a itu diucapkan berharap agar do`a yang pernah diucapkan oleh Nabi Yunus ketika berada di dalam perut ikan dan diselamatkan oleh Allah akan membantunya terbebas dari kejaran tentara Amerika laknatullah alaih.
“Ummi, ayo lewat sini” suara itu terdengar pelan dari balik mimbar masjid, ternyata yang memanggil adalah suaminya, Abu Syahid. Tanpa pikir panjang lagi, Ummu Mumtazah langsung menuju suaminya Abu Syahid.
Akhirnya mereka berhasil lari dari kejaran tentara Amerika lewat pintu belakang masjid. Namun, di tengah-tengah perjalanan Abu Syahid bergumam dalam hatinya...
“Andaikan hari ini menjadi hari terindah hidupku bertemu dengan Rabb, pastilah kata syahid jawabannya! ” hatinya kuat, azamnya tlah membara, dadanya bergetar, bibirnya pelan sambil menguatkan “yah..,aku harus syahid hari ini juga”.
Ummu Mumtazah ternyata memperhatikan kegelisahan yang dialami oleh suaminya, ia juga mendengar kata-kata yang terdengar dari bibir suaminya, walaupun pelan namun terdengar jelas. Ummu Mumtazah yang sejak kecil telah ditinggal oleh ayah dan ibunya karena dibunuh oleh tentara Amerika, sejenak terlihat mengkerutkan keningnya, ia berusaha mengingat-ingat kejadian yang pernah terjadi ketika ayahnya meminta izin kepada ibunya untuk membantu muslim iraq memerangi tentara Amerika, yang akhirnya ayahnya syahid diberondol peluru tentara Amerika. Karena melihat ayahnya jatuh terdampar bersimbah darah, ibunya bersih keras ingin menjemput syahid suaminya, akhirnya...puluhan peluru bersarang, ayah dan ibu Ummu Mumtazah menjemput syahid berdampingan, dan Ummu Mumtazah diselamatkan oleh seseorang yang ia tak kenal.
Hati Ummu Mumtazah bergetar, tak terasa air matanya telah membasahi wajahnya yang walaupun umurnya sudah agak tua namun garis ketuaannya tertutupi oleh garis darah kedua orang tuanya yang telah menjemput syahid.
Dalam tangisnya Ummu Mumtazah berbisik kepada Abu syahid,
“Abi, ummi mengetahui kegelisahan yang sedang engkau rasakan! Demi dzat yang telah menciptakan! Perang masih berkecamuk, pergilah menjemput panggilan jihad, bidadari syurga telah menunggumu, wanginyapun tlah membumi, pergilah menjemput Rabbmu!”
Abu Syahid terharu mendengar bisikan suara istrinya Ummu Mumtazah, mereka saling berpelukan, merindu menjadi pengantin syurga. Dalam pelukan Abu Syahid berkata..
“Ummi, insya Allah kita akan bertemu dalam kasih-Nya di syurga. Jagalah janinmu, dan kelak kalau anak kita lahir laki-laki, maka beri nama ia dengan `Sayyed Abu Zahid`, dan apabila anak kita lahir perempuan, maka berilah nama `Sayyedah Ummu Salsabila`”.
Pesan terakhir Abu Syahid begitu terhormat, meninggalkan pesan untuk kebaikan anak-anaknya yang kelak semuanya diharapkan menjadi mujahid dan mujahidah. Setelah itu, do`a perpisahanpun dipanjatkan, do`a rabithah dan lantunan dzikir mengiringi kepergian Abu Syahid menjemput Rabbnya.
Ummu Mumtazah meneruskan perjalanan menuju ke rumahnya. Sementara Abu Syahid dengan gagah membawa persenjataan lengkap, dan bergabung ke dalam barisan para mujahidin Iraq, masuk dalam barisan paling depan, air mata haru berganti menjadi senyum yang indah, seolah tentara langit sudah siap menunggunya di medan jihad sambil tersenyum. Bukan hanya Abu syahid, seluruh mujahidin yang ikut dalam barisanpun merata tersenyum indah, berharap segera bertemu dengan Rabb mereka.
Setelah shalat ashar berjama`ah seluruh pasukan bersiap-siap.
“Panggilan jihad telah memanggil, tentara Amerika telah memasuki wilayah kita” teriak salah seorang dari pasukan sambil berlari-lari.
Serentak para mujahid bertakbir
“Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!”
Ratusan peluru berterbangan, puluhan orang berlarian, kota karbala pecah dengan suara – suara ledakan bom. Iraq berduka, tentara Amerika tertawa. Sementara itu Abu syahid dengan gagah perkasa melemparkan bom molotov ke arah tentara Amerika, seketika tentara Amerika kocar-kacir berlarian, bom molotov rakitan Abu syahid meluluhlantakan bumi suci yang diduduki para zionis.
Beberapa menit setelah bom rakitan Abu Syahid meledak, ternyata tentara Amerika memergoki Abu Syahid yang sedang mengumpat di balik semak-semak. Abu syahid kaget karena posisi dirinya telah terbaca oleh para tentara Amerika, ia berusaha bangkit dan berdiri tegak, pasukan Amerika mengira abu syahid akan lari, namun bukan abu syahid namanya jika cita-cita syahid yang ia impi-impikan sudah di depan mata kemudian ia buang sia-sia.
“Allahu Akbar!” teriak Abu Syahid dengan keras sambil berlari menuju para tentara Amerika, dan tangannya terus menembakkan senapannya ke ara tentara Amerika, tiba-tiba...
“Dor..Dor..Dor...!” berondolan peluru bersarang di dada Abu Syahid, dan ia jatuh terkapar tak berdaya, tubuhnya bersimbah darah, detik-detik terakhir perjumpaannya dengan Rabb telah tiba, mulutnya sambil bergetar mengucapkan kalimat tauhid
“Laa ilaaha illallah Muhammadurrasuulullah”. Dan akhirnya Abu Syahid wafat sebagai syuhada dalam membela agama Allah.
***
Adzan maghrib berkumandang di pojok kota karbala, suasana sedih menyelimuti halaman masjid, dipenuhi oleh beberapa orang yang akan menyolati keluarganya yang telah syahid dalam peristiwa Ashar berdarah tadi. Sementara Ummu Mumtazah masih asyik melantunkan ayat-ayat Al-Qur`an.
“Fabi ayyi aalaa-i rabbikumaa tukadzibaan”[2] maka nikmat tuhanmu yang manakah lagi yang kamu dustakan.. ? suara Ummu Mumtazah terdengar indah, dirinya tenggelam dalam mabuk cinta kepada Allah. Potongan surat Ar-Rahman menumpahkan suasana haru dalam relung diri Ummu Mumtazah.
Setelah tilawah Ummu Mumtazah melanjutkan dengan shalat maghrib. Berbeda dengan shalat-shalat sebelumnya, kali ini Ummu Mumtazah nampak terlihat agak lebih khusyu`, lagi-lagi surat yang dibacanya adalah Surat Ar-Rahman, surat cinta berisi puji-pujian kepada Allah dan peringatan untuk terus bersyukur kepada Allah. Ummu Mumtazah hanyut oleh lantunan ayat-ayat yang ia baca, meresap ke relung hatinya, merasakan kehangatan dan keindahan Rabb yang hadir dalam dirinya. ”
Ummu Mumtazah telah selesai melaksanakan shalat maghribnya, kemudian ia berdo`a dengan khusyu`. Dalam do`anya ia bermunajat memohon kepada Allah.
“Yaa Rabb! Demi Asma-Mu yang mulia dan dimuliakan.. Hamba adalah makhluq yang lemah lagi tak berdaya selain daya dan upaya dari-Mu Rabb. Berikanlah kesabaran dalam menghadapi hidup dan kehidupan ini” mulutnya terus bergumam memanjatkan do`a dan pujian kepada rabb, namun do`anya tiba-tiba terhenti. Ummu Mumtazah mendengar ada yang tengah mengucapkan salam
“Assalamu`alaikum Yaa Ummu Mumtazah?”
“Wa`alaikumsalam! ” Ummu Mumtazah menjawab dari balik pintu. Ia tidak membukakan pintu karena menjaga kehormatannya sebagai seorang istri.
“Siapa di luar dan ada apa?” tanya Ummu Mumtazah
“Saya Abdullah Hasan, mau menghabarkan bahwa Abu Syahid telah syahid diberondol peluru tentara Amerika dalam peristiwa Ashar tadi.”
“Innalillahi Wainna ilaihi rooji`uun, sesungguhnya dari-Mu lah segala sesuatu dan akan kembali pula kepada-Mu, terima kasih Ya Rabb” titah Ummu Mumtazah membasahi bibirnya dengan tetesan air mata Ummu Mumtazah duduk tersungkur di balik pintu rumahnya.
Kini Ummu Mumtazah telah menjadi janda terhormat dari seorang syahid. Ia sendiri akan membesarkan anaknya yang akan segera lahir ke dunia. Senyum keikhlasan terlihat dari sorot wajahnya yang ayu, keyakinan akan bertemu suaminya di syurga begitu dekat.
***
Waktu shubuh akan segera tiba, sementara Ummu Mumtazah sedang harap-harap cemas menunggu kelahiran buah hatinya yang akan meneruskan perjuangan almarhum suaminya. Ummu mumtazah berusaha menahan rasa sakit, mulutnya terus berdzkir dan membaca ayat-ayat Al-Qur`an sambil didampingi oleh beberapa orang kerabat dekatnya yang tinggal di lingkungan rumahnya.
“Owa..owa..owa...” suara tangisan bayi memecah suasana berbarengan dengan kumandang suara adzan shubuh. Ummu Mumtazah meneteskan air matanya untuk yang ke sekian kalinya, buah hatinya seorang bayi laki-laki yang langsung ia berikan nama `Sayyed Abu Zahid`.
Abu Zahid seolah menjadi oase di tengah padang sahara, Ummu Mumtazah tak henti-hentinya mengucapkan syukur kepada Allah, air matanya kembali menetes. Ia berharap Abu Zahid juga mengikuti jejak ayahnya Abu Syahid, menjemput syahid membela agama Allah.
***
“Bummmm” ledakan bom dari tentara Amerika memecah suasana pagi buta, kaum muslim iraq berlarian menghambur ke mana-mana.
Ummu Mumtazah berlari keluar mencari Abu Zahid yang masih berumur 4 tahun, ia takut sekali kehilangan buah hatinya yang selama 4 tahun ia besarkan. Namun, beberapa menit ia mencari Abu Zahid belum juga ketemu. Ummu Mumtazah sesekali bertanya kepada orang yang menghampiri dirinya, namun tetap mereka tidak bertemu. Akhirnya Ummu Mumtazah sejenak mengistirahatkan tubuhnya, berharap agar setelah istirahat ia dapat mencari buah hatinya kembali. Dalam istirahatnya, ummu mumtazah berdo`a
“Yaa Allah! Setiap saat engkau mengetahui apa yang hamba tidak ketahui, maka jagalah buah hati hamba yang hamba tidak ketahui keberadaannya saat ini” do`a yang ikhlas diiringi dengan air mata suci seorang bunda.
Setelah dirasa cukup, Ummu Mumtazah bangkit kembali untuk meneruskan pencariannya. Kali ini Ummu Mumtazah mencari Abu Zahid ke pinggir kota Baghdad, berkeliling sambil sesaat mengumpat karena takut terlihat oleh tentara Amerika yang sedang berpatroli. Hari sudah hampir siang, kumandang adzan dzuhur telah memanggil setiap sudut kota Baghdad. Ummu Mumtazah menuju ke sebuah masjid yang berada paling dekat dari posisi dirinya.
Perjalanan dirinya menuju Masjid sempat dikagetkan oleh beberapa orang yang menggotong mayat-mayat untuk dishalatkan setelah shalat dzuhur berjama`ah, suasana seperti ini memang sudah tidak asing lagi bagi muslim Iraq, korban berjatuhan setiap detiknya, kekejaman tentara Amerika terus terjadi dan inilah pemandangan yang nyata berada di depan mata Ummu Mumtazah.
Sesaat Ummu Mumtazah teringat oleh anaknya Abu Syahid, air matanya pecah di bait-bait terakhir kumandang adzan dzuhur. Seketika itu pulalah mata Ummu Mumtazah terfokus menatap segerombolan orang yang sedang menggotong jenazah bocah cilik yang syahid oleh peluru tentara Amerika. Hatinya bergetar hebat, sekujur badannya terasa memikul beban berat sekali, desisnya dalam hati..
“Ya Allah, hamba merasa ada yang aneh dalam diri hamba, apa yang terjadi Ya Rabb, tenangkanlah hati hambaMu yang lemah ini”
Ummu Mumtazah membesarkan hati dan tenang menuju jenazah bocah cilik yang syahid itu, hatinya terus bergetar, bibirnya tak lepas dari untaian dzikir kepada Allah, langkahnya diwarnai bayang-bayang suaminya Abu Syahid yang telah syahid. Dirinya sudah hampir mendekati gerombolan orang yang sedang melihat bocah suci penghuni syurga itu, dan tibalah Ummu Mumtazah menatap bocah yang syahid itu, tiba-tiba...
“Ya Allah, Abu Zahidku...,Abu Zahidku..,.Abu Zahidku...!”air matanya tak kuasa untuk dibendung melihat buah hatinya menjemput Rabb dalam usia 4 tahun.
“Ya Anisah[3], beruntunglah engkau memiliki bocah perkasa nan tangguh, tubuhnya telah berada di syurga, Abu Zahid tangguhmu tlah berjihad dengan melempari tentara-tentara Amerika dengan batu, tak sedikit dari mereka yang lari kocar-kacir. Namun, Allah ingin cepat-cepat bertemu dengan Abu Zahidmu ” Ucap seorang kakek tua yang juga tubuhnya telah bersimbah darah penuh luka, dan ialah saksi dari ketangguhan seorang Abu Zahid yang perkasa.
Inilah kisah para syuhada, setiap orang merindukan syahid, seolah syahid menjadi hadiah terindah dalam hidup mereka. Itulah cara bagi penghuni – penghuni langit para syuhada.
18:02 (29 Januari 2008 M/20 Muharram 1429 H)
Rawa-Bokor Benda Kota-Tangerang
Banten
0 komentar:
Post a Comment