“America is not good, not bad but different” itulah ungkapan yang masih teringat dari mulut salah seorang staff di English Programs for Internationals University of South Carolina, U.S.A. Ungkapan ini juga sering diungkapan oleh masyarakat Amerika sebagai bagian dari pembangunan mental mereka. Lebih kurang selama delapan minggu kami peserta IELSP (The Indonesian English Language Study Program) mengikuti program English Programs for Internationals (EPI) University of South Carolina, U.S.A. Program yang ditawarkan bagi mahasiswa Indonesia yang sedang duduk di semester 5 ini menjadi program yang diminati banyak peserta. Hampir 6000 mahasiswa/i yang mendaftar sebagai peserta di seluruh Indonesia, dan yang diterima setiap angkatan hanya kurang lebih 90 orang dari setiap perguruan tinggi di masing-masing Provinsi. Dari Provinsi Banten diwakili oleh 4 Mahasiswa IAIN “Sultan Maulana Hasanuddin” Banten, yaitu Ahmad Muzakkir MAhbub (Syracuse University) Dluha Mutammimah dan Ermina (University of Arizona), Abdurrahman El-Hafid (University of South Carolina).
Kami bukan hanya belajar bahasa Inggris, namun kami juga belajar banyak tentan sisi kehidupan orang-orang Amerika. Islam yang kit abaca dari rujukan aslinya di dalam Al-Qur`an ternyata lebih banyak kita temukan nilai-nilainya di sana, walaupun mereka tidak pernah membaca kitab suci umat Islam. Kita bias melihat bagaimana mereka menghormati kita sebagao seorang Muslim. Seperti ketika kita ingin makan di salah satu tempat di Amerika, mereka selalu bertanya kepada kita “Are you Moslem?” kemudian mereka memberitahukan mana makanan halal yang boleh dimakan. Sengaja mereka bertanya karena wajah kita adalah wajah ke-timur-an. Kita juga merasa takjub ketika mereka dengan kesadaran menerapkan kedisiplinan dan kebersihan dalam kehidupan mereka. Kita lihat contohnya di sepanjang jalan raya tidak ada satu sampahpun berserahkan, karena di sepanjang jalan atau di depan rumah warga terdapat tong sampah dan selalu diangkut kurang dari 24 jam. Mereka telah memberikan contoh tentang hidup bersih kepada kita semua. Selanjutnya kita juga diberikan satu fenomena luar biasa tentang kedisiplinan. Bagi mereka memang disiplin adalah jati diri bangsa, sebagaimana yang pernah kita galakkan dulu dengan Gerakan DIsiplin Nasional (GDN) yang sampai saat ini habis dimakan masa. Mereka benar-benar mengutamakan disiplin. Kedisiplinan mereka digambarkan dengan budaya tepat waktu mereka. Mereka selalu datang beberapa menit sebelum acara dimulai, bahkan kalau ada yang terlambat satu detik, itu bagi mereka adalah terlambat. Bandingkan dengan dikita, berapa menitkah orang disebut terlambat di Indonesia?
Sisi inilah yang menjadi nilai plus perjalanan nyantri kami di Amerika. Berapa banyak buku-buku dan kitab-kitab kuning para santri salafi di kobong-kobong pesantren yang membahas tentang keindahan dan kejayaan Islam, namun mengapa kami menemukan Islam di Amerika. Kami sadar memang kalau mereka berbeda orientasi dengan mereka, sebab mereka berorientasi hanya pada kesenangan dunia saja. Saya pernah berdiskusi dengan salah satu warga Amerika yang mengatakan bahawa “Orang Amerika itu kerjanya hanya dua, mencari uang sebanyak-banyaknya kemudian menghabiskan uang tersebut ”. Itulah perbedaannya dengan kita, sementara orang Islam adalah segala aktivitasnya berorientasi kepada ibadah kepada Allah.
Kami belajar bahasa Inggris selama delapan bulan secara intensive yang dipandu langsung dengan para doctor dan professor muda yang professional dan berpengalaman. Benar-benar perbedaannya dibandingkan ketika kami belajar bahasa Inggris di Indonesia. Khususnya bagi kami yang berada di English Programs for Internationals, University of South Carolina. Kami setiap harinya focus pada tiga kelas, pertama Grammar/Writing Class, kedua Vocabulary/Reading Class dan terakhir Speaking/Listening Class. Kami belajar mulai hari senin samapai hari Jum`at yang dimulai pukul 08.00 waktu Amerika sampai dengan pukul 16.00. Hampir setiap hari kami mendapatkan tugas dan menghabiskan waktu di kursi perpustakaan, bahkan sampai tengah malam. Pada setiap hari Sabtu dan Minggu kami mendapatkan kesempatan untuk Homestay di rumah orang Amerika asli. Kemudian kami juga dapat kesempatan untuk program “Enrichment Culture”, yaitu program kunjungan ke tempat-tempat bersejarah dan tempat hiburan seperti kebun binatang dan musium.
Bersama-sama teman-teman dari Negara-negara lain di dunia kami berkompetisi untuk menunjukan kemampuan Negara masing-masing melalui diri kami.Disitulah nama Negara kami pertaruhkan setoiap harinya dengan kerja keras kami, sebab kalau kami mengerjakan hal-hal yang tidak diinginkan atau kami bermalas-malasan, maka mereka akan menilai bahwa seluruh rakyat Indonesia malas seperti kami. Doktrin itulah yang selalu kami sekelompok tekankan sebagai motivasi kami untuk terus menjadi yang terbaik dari sekian Mahasiswa di masing-masing kelas kami. Pada dasarnya memang dosen-dosen sana sangat senang dengan mahasiswa Indonesia dan cenderung mengalahkan mahasiswa lain dalam segi kehadiran dan prestasi serta kritis. Namun memang mereka menyadari karena kita sangat jarang ikut event International, jadi kita Indonesia sullit untuk diukur di tingkat dunia. Beasiswa ini saja menjadi hal yang luar biasa bagi kami yang lulus dan jarang terjadi. Tapi tidak bagi kawan-kawan kita dari Asia lainnya seperti Jepang, China dan Korea. Mereka bisa setiap saat dan kapan saja belajar di Amerika apabila mereka mau. Dengan uang mereka dan dengan dukungan pemerintah mereka, mereka dapat bersaing dan mengikuti setiap event Internasional. Apalagi mahasiswa Arab Saudi yang ada di setiap Negara bagian di Amerika. Mereka menjadi mahasiswa yang tajir yang bisa menjadi sorotan bagi mahasiswa yang dari Negara lainnya.
Beitulah sekelumit kisah perjalann nyantri kami di Amerika. Kami meyakini ini adalah bagian dari episode hidup kami yang indah yang menjadi kenangan dan cerita bagi anak dan cucu kami di masa datang. Kami terus berdo`a agar Islam di Indonesia menjadi percontohan bagi Islam di Dunia. Kita akan terus menjawab tantangan terbaru bagi bangsa di setiap dunia, sebagaimana yang pernah diucapkan oleh Presiden ke-44 Amerika Serikat, “We will face on new problems, and we have to solve by new solutions”. Kita akan dihadapkan dengan masalah-masalah terbaru dan kita harus menyelesaikannya dengan solusi-solusi terbaru pula. Sebab tidak mungkin maslaah terbaru diselesaikan dengan solusi klasik, walaupun ada kasusnya. NAmun kita harus lebih kreatif menyelesaikan segala masalah yang ada.
0 komentar:
Post a Comment